Perilaku Konformitas ; Pengaruh Sosial Dalam Keseharian

Perilaku Konformitas ; Pengaruh Sosial Dalam Keseharian
Perilaku Konformitas ; Pengaruh Sosial Dalam Keseharian

WartaJakarta.co.id – Perilaku Konformitas ; Pengaruh Sosial Dalam Keseharian. Suka merasa ragu dan berkecil hati jika berbeda dengan sekitar?

Mungkin, semua orang juga sudah pernah merasakan berbeda sampai membuat dirinya sendiri merasa tidak percaya diri, malu, insecure terhadap perbedaan yang dimiliki.

 

Baca juga Menarapkan Budaya Amerika: Perlu Kah Remaja Indonesia Keluar dari Rumah pada Usia 18 Tahun?

 

Kenapa ya orang itu suka merasa insecure kalau tidak mengikuti arus utama yang terjadi disekitarnya? Contohnya :

  • Saat kita angkat tangan sendiri di kelas, sedangkan yang lain tidak,  jadi malu atau insecure.
  • Fomo (Fear of Missing out) karena ketinggalan trend atau berita terbaru.
  • Saat salah menggunakan seragam jadi malu.
  • Mempunyai pendapat yang berbeda.
  • Selera yang berbeda dengan teman lainnya
  • Waktu ujian belum selesai tetapi yang lain sudah pada keluar, akhirnya mengikuti temannya yang lain agar bisa cepat selesai.

Semua perasaan ini semua sebenarnya adalah perasaan wajar dan relatable, tetapi kenapa kita bisa merasakan hal ini? Karena adanya konformitas dalam diri kita, adanya perilaku konformis yang menyebabkan kita cenderung berperilaku seperti contoh di atas (Putri & Indrawati, 2016).

Apa sebenarnya dimaksud dengan konformitas ? Konformitas adalah keadaan sosial ketika kita mengubah sikap dan tingkah laku sesuai dengan yang kebanyakan di situasi tertentu.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan individu sebagai akibat dari tekanan sosial baik secara kenyataan maupun secara dunia maya (tidak nyata) (Myers & Twenge, 2016)

Secara sederhana konformitas adalah keinginan seseorang untuk menyamakan sikap, keyakinan dan perilakunya dengan orang-orang sekitarnya atau lebih, lebih sederhana lagi adalah perilaku “ikut-ikutan”.

Konformitas sudah menjadi permasalahan yang umum, mungkin tanpa sadar kita juga sering melakukannya saat berada dalam suatu kelompok.

Hal ini juga bisa dikatakan sebagai cara untuk cepat beradaptasi dalam suatu kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa seseorang melakukan konformitas dengan alasan yang berbeda-beda.

Dalam beberapa kasus seseorang melakukannya untuk mencari petunjuk pada anggota kelompok lainnya tentang bagaimana kita harus bersikap karena orang lain mungkin mempunyai pengetahuan yang berbeda atau pengalaman yang lebih besar.

 

Menurut Deutsch & Gerard ada 2 tipe dasar yang mempengaruhi seseorang tersebut melakukan konformitas, antara lain:

1. Normative Influence
Seseorang melakukan tindakan konformitas agar disukai oleh anggota kelompoknya.

2. Informational Influence
Menurut Deutsch & Gerard ada 2 tipe dasar yang mempengaruhi seseorang tersebut melakukan konformitas, antara lain:

• Seseorang melakukan tindakan konformitas karena merasa bahwa orang lain memiliki informasi yang akurat.

• Semakin individu tersebut tidak yakin akan penilaian diri sendiri, maka individu akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain.

• Konformitas akan semakin mungkin terjadi apabila sebuah kelompok terdiri dari tiga orang atau lebih, identitas anggota tersamarkan (anonym), kompak dan dipandang mem iliki status yang tinggi.

• Konformitas juga lebih mungkin terjadi apabila individu diminta untuk membuat pertanyaan di depan public dan belum menunjukkan komitmen sebelumnya.

 

Padahal sebenarnya atas kasus-kasus konformitas tersebut yang dapat kita pelajari adalah tidak mengapa menjadi berbeda karena kita bisa saja menemukan pendapat kreatif lain yang tidak dipikirkan oleh mayoritas orang.

Keunikan, instinct dan keberanian seseorang untuk tetap mengikuti jati dirinya, berhasil membawa mereka ke jalan yang jauh lebih baik.

Menjadi berbeda itu tidak masalah dan mempunyai banyak manfaat, jadi tidak seharusnya kita selalu mengikuti arus utama.

Kalau pendapat dan selera kita berbeda dengan orang lain, lanjutkan saja tidak masalah. Senangilah perbedaan itu dan berkembanglah jadi lebih baik lagi menurut versi terbaik dari diri kalian.

Selain penjelasan dari perspektif Psikologi sosial, konformitas juga dapat dijelaskan dari perspektif neurosains.

Mirror neuron berada di seluruh bagian otak termasuk motor cortex yang merespon perintah motoric seperti kita mengambil mainan di lantai.

Beberapa bagian dari neuron seperti mirror neuron aktif ketika kita melihat orang lain berperilaku sama dengan kita (Hengki, 2018). Mirror neuron juga bekerja ketika kita mengobservasi orang yang melakukan hal yang sama dengan kita.

Apakah konformitas ada dampak buruknya?

Konformitas juga mempunyai dampak buruk, jika kita melakukan tindakan konformis negatif yakni mengikuti kelompok atau norma serta aturan yang buruk untuk pribadi diri kita.

Kita juga bisa kehilangan identitas dan nilai pribadi karena kita melakukan hal yang bertentangan dengan nilai diri yang sudah ditentukan.

Kalau kita sudah masuk ke dalam norma adat atau kemasyarakatan mau tidak mau kita harus menaatinya karena kalau kita menyimpang akan mendapatkan konsekuensinya.

Tetapi, jika menyangkut hobi, kesukaan dan preferensi seperti contoh yang sudah disebutkan di atas, diri kita bisa memilih untuk menjadi non konformis atau tidak mengikuti kelompok tersebut.

Tidak perlu khawatir untuk menjadi beda dari yang lain, kalau tidak suka tidak perlu memaksa diri untuk menyukai hal tersebut karena hanya takut dibicarakan dengan orang lain, padahal preferensi orang berbeda-beda dan tidak ada batasnya.

Kita juga bisa melihat dari skala kelompok tersebut, sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan konformitas.

 

Baca juga Kehidupan Anak Cucu PKI: Menghadapi Stigma dan Rekonsiliasi dengan Masyarakat

Sebenarnya perilaku konformitas ini tidak salah untuk dilakukan, asalkan sebelum menjadi konformis, kita yakin akan nilai dan norma yang dianut dalam suatu kelompok itu benar atau tidak, dan untuk suatu hal yang baik, tidak merugikan diri sendiri dan tidak bertentangan dengan nilai yang sudah dipegang.

Kalau dirasa nilai dan aturan suatu kelompok masyarakat seperti adat dan tradisinya tidak sesuai dengan diri kita, lebih baik kita hindari dan jangan memaksa atau bahkan menantang.

Kita perlu sadar bahwa ada juga kelompok yang tidak bisa menerima diri kita, bisa jadi ada yang salah dengan diri kita, kalau sudah seperti ini kita harus mengevaluasi diri dan memperbaiki diri agar bisa diterima oleh orang lain, kelompok kecil ataupun kelompok besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *